I
Dunia masa silam milikku
beratap senja dan pagi hari,
dimana aku membungkus semua kenangan
dengan seribu imaji..
Jiwaku dibesarkan dengan lumut dan air hujan
Itu adalah waktu yang indah,
Ketika dunia belum gelap – tampak jauh lebih besar,
Saat apa pun bisa terjadi,
Saat apa pun bisa dipercaya
Telah kutemukan jiwa langka milikmu
di tengah-tengah awan,
Ketika aku masih gadis muda riang,
Berlarian… melewati padang rerumputan
meski tak kuingat wajahmu,
Kau telah menyihir tubuh, jiwa, dan seluruh cintaku
dengan bahasa rahasia yang tak bisa dibaca selain kita…
Ya, Aku mencintaimu…
Sungguh mencintaimu sampai ke bulan…
II
Kala itu aku adalah pemimpi,
jiwa yang berkelana …
kupikir denganmu,
kelak bisa menundukkan batara kala,
menjadi bajak laut dengan banyaknya bala tentara,
karenanya, jauh di dalam hati
telah kubangun
sebuah kapal yang dipenuhi tentangmu
Kita sama, berasal dari gundukan tanah liat yang sama
aku sangat mencintaimu,
merasa engkau terus memanggilku,
bernafas di sekitaran bumi yang kuinjak
bahkan kini rasaku telah berwindu tanpa jeda
Melihatmu hari ini,
seperti meneropong melalui waktu…
kau tampak seperti lontar tua
yang ditulis bak surat cinta dalam bahasa kematiannya yang samar, sebuah landscape yang lahir dari ceruk candi,
turun temurun… seperti lagu rakyat
-mungkin mereka benar-
menggambar kisah cinta dalam gurat pesan yang terkunci
di dedaunan, di bebatuan….
untuk mengatakan pada generasi mendatang
bahwa orang yang mereka cintai begitu hebat dan melampaui catatan
waktu membawa kita kembali,
bukankah ini indah?
berfikir bahwa selama ini
ada satu benang emas tunggal tak terlihat
yang mengikatmu padaku?
Yang membuat semesta
mengantarku,
menyeberangi semua kanal
untuk pulang padamu…
Malang, 19 Juli 2022
12:44
*Desy Proklawati adalah Dosen FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Kota Malang